Saturday, 28 November 2015

Manajemen Pemasaran : Makalah Tentang Kepuasan dan Loyalitas Nasabah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kepuasan nasabah ditentukan oleh kualitas produk dan layanan yang dikehendaki nasabah, sehingga jaminan kualitas menjadi perioritas utama bagi bank. Untuk kepuasan nasabah terhadap layanan, ada dua hal pokok yang saling berkaitan erat yaitu harapan nasabah terhadap kualitas Iayanan (expected quality) dan persepsi nasabah terhadap kualitas layanan (perceived quality). Nasabah selalu menilai suatu layanan yang diterima dibandingkan dengan apa yang diharapkan atau diinginkan. Kepuasan nasabah harus disertai dengan loyalitas nasabah. Kepuasan nasabah menyangkut apa yang diungkapkan oleh nasabah tentang persepsi dan harapannya terhadap layanan perbankan yang diperoleh dari bank. Sedangkan loyalitas berkaitan dengan apa yang dilakukan nasabah setelah berinteraksi dalam suatu proses layanan perbankan. Kepuasan nasabah saja tidaklah cukup, karena puas atau tidak puas hanyalah salah satu bentuk emosi. Disamping itu, sikap loyal nasabah akan timbul setelah nasabah merasakan puas atau tidak puas terhadap layanan perbankan yang diterimanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana arti dari kepuasan dan loyalitas pelanggan?
2. Bagaimana Cara Mengukur Kepuasan Nasabah?
3. Bagaimana Strategi Kepuasan Nasabah?
4. Bagaimana Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan?
C.    Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang telah dirumuskan di atas:
1. Untuk mengetahui arti dari kepuasan dan loyalitas pelanggan?
2. Untuk mengetahui  Cara Mengukur Kepuasan Nasabah?
3. Untuk mengetahui  Strategi Kepuasan Nasabah?
4. Untuk mengetahui  Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan?



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Kepuasan
Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan antara hasil kerja produk atau jasa yang diterima dengan apa yang diharapkan.definisi kepusan menurut Engel: kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang kurangnya memberikan hasil sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan  tidak memenuhi harapan pelanggan.
            Ada kesamaan diantara beberapa definisi di atas yaitu menyangkut komponen kepuasan konsumen (harapan kinerja/hasil yang dirasakan). Umumnya harapan konsumen merupkan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya apabila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk baik itu berupa barang atau jasa. Sehingga sebelm konsumen membeli suatu produk ia suah mempunyai harapan atas kualitas atas produk yang akan didapat. Sedangkan kinerja yang dirasakan oleh konsumen adalh presepsi konsumen terhadap apa yang diterima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
            Kepuasan konsumen menyatakan bahwa kepuasan dan ketidak puasan adalah respon konsumen terhadap evaluasi kesesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dengan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.

            Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan nasabah:
1.      Kualitas layanan
Kualitas layanan sebagai penilaian atau sikap global yang berkenaan dengan superioritas suatu layanan sedangkan kepuasan nasabah adalah respon dari penilaian tersebut. Kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan nasabah dan berakhir pada persepsi nasabah. Semua pihak yang membeli dan mengkonsumsi jasa perbankan akan memberikan penilaian yang berbeda-beda terhadap kualitas Iayanan. Hal ini disebabkan karena layanan perbankan mempunyai karakteristik variability, sehingga kinerja yang dihasilkannya acapkali tidak konsisten. Untuk itu nasabah menggunakan isyarat intrinsik (output dari penyampaian jasa) dan isyarat ekstrinsik (unsur pelengkap jasa) sebagai acuan dalam mengevaluasi kualitas layanan.
2.      Kualitas produk
Kualitas produk adalah suatu bentuk dengan nilai kepuasan yang kompleks. Nasabah membeli jasa perbankan untuk menyelesaikan masalah dan nasabah memberikan nilai dalam proporsi terhadap kemampuan layanan untuk melakukan hal tersebut. Nilai yang diberikan nasabah berhubungan dengan benefit atau keuntungan yang akan diterimanya. Kualitas produk perbankan didapatkan dengan cara menemukan keseluruhan harapan nasabah, meningkatkan nilai produk atau pelayanan dalam rangka memenuhi harapan nasabah tersebut.
3.      Nilai bagi nasabah (Customer Value)
Nilai bagi nasabah (Customer Value) sebagah tradeoff antara persepsi nasabah terhadap kualitas, manfaat produk dan pengorbanan yang dilakukan lewat pengorbanan yang dibayar. Nilai bagi nasabah bisa juga dilihat sebagai cerminan dari kualitas, manfaat dan pengorbanan yang diberikan untuk mendapatkan sebuah produk atau layanan. Sebuah produk atau layanan perbankan dikatakan mempunyai nilai yang tinggi di mata nasabah apabila mampu memberikan kualitas, manfaat dan pengorbanan yang seminimal mungkin.

            Dimensi-dimensi keinginan konsumen diimplementasikan oleh perusahaan dalam bentuk strategi maarketing mix, bahwa nilai pelanggan dapat diciptakan melalui:
1.      Dimensi produk (meliputi core product, basic product, expected product augmented product dan potentil product.
2.      Layanan penjuala (meliputi kecepatan dan ketepatan proses transaksi, kecepatan dan ketetapan produ yang diterima, kemudahn mengakses jaringan perbankan, kesederhanaan dalam birokrasi dan prosedur transaksi, atmosfer pelayanan yang hangat dan bersahabatan, proaktif terjhadap kebutuhan dan keinginan konsumen)
3.      Layanan purna jual dan keluhan(meliputi customer service, bagian layanan purna jual apabila terjadi masalah atas produk yang telah dibeli atau digunakan oleh konsumen, masalahdirespon dengan cepat, layanan yang simpatik, layanan proaktif atau piun petugas call center yang bertugas untuk mengatasi berbagai keluhan yang disampaikan oleh nasabah berkait dengan pelayanan perbankan.

Terdapat beberapa tipe konsumen:
1.      Konsumen yang puas atau yang didapatkan oleh konsumen tersebut melebihi apa yang diharapkannya, sehingga ia akan loyal terhadap produk tersebut dan akan terus melakukan pembelian kembali. Ia akan memberitahuakan dan memberikan efek berantai tentang perusahaan tersebut kepada orang lain. Tipe konsumen ini disebut apostles.
2.      Tipe konsumen defector, yaitu konsumen ynag merasa pelayanan yang diberikan oleh perusaahn tidak ada sesuatu yang lebih atau bersifat standar atau biasa saja, dan biasanya konsumen akan berhenti melakukan pembelian atas produk tersebut. Konsumen merasa apa yang didapatkannya dari produk tersebut sama sjaa dengan yang diberikan oleh produk lain, sehingga beralih kepada produk lain yang mampu memberikan kepuasan lebih dari apa yang diharapkan.
3.      Tipe konsumen teroris yaitu konsumen yang mempunyai pengalaman buruk atau negatif atas perusahaan, sehingga akan menyebarkan efek berantai yang negativ kepada orang lain. Konsumen akan mengatakan kepada pihak lain keburukan produk tersebut dan tidak akan menganjurkan orang lain menggunakan produk tersebut. Bahkan ia berupaya mempengaruhi pihak lain agar tidak membeli produk tersebut atas dasar ketidakpuasan yang ia dapat dari produk tersebut.
4.      Tipe konsumen hostages, yaitu konsumen yang tidak puas akan suatu produk namun tidak dapat melakukan pembelian pada barang lain, karena struktur pasar yang monopolistik atau harga yang murah. Meski pun konsumen tidak puas atas pelayanan yang diberikan, namun mereka tidak ada perusahaan lain. Senang atau tidak senang maka ia tetap harus menggunakannya.
5.      Tipe konsumen mercenaries, yaitu konsumen yang sangat puas namun tidak mempunyai kesetiaan terhadap produk tersebut. Dimana dipengaruhi oleh rendahnya harga atau faktor lain.
Para peneliti menyarankan kepada perusahaan agar menciptakan konsumen yang apostles, meningkatkan kepuasan konsumen defector dan menjadikan mereka menjadi loyal, menghindari memiliki konsumen teroris atau hostages dan mengurangi konsumen mercanaries.
          Terciptanya kepuasan konsumen atau nasabah dapat memberikan beberapa manfaat  diantaranya:
1.    Terjadinya hubungan yang harmonis antara konsumen dengan perusahaan
2.    Terciptanya loyalitas konsumen atau nasabah terhadap perusahaan, sehingga ia tidak akan berpaling kepada perusahaan lain.
3.    Terjadinya suatu bentuk isu public yang positif dari mulut ke mulut
4.    Terjadinya pembelian ulang.



Ada tiga jenis kepuasan nasabah:
1.    Puas dengan produk/jasa bank yaitu karena kualitasnya tinggi serta jangkauannya yang luas
2.    Puas dengan cara menjualnya
a.       Ramah, sopan dan akrab
b.      Murah senyum
c.       Menyenagkan
d.      Tanggap, cepat, dan cermat
3.    Puas dengan harganya:
a.       Murah/mahal sesuai harapan
b.      Bersaing

Sebab sebab timbulnya ketidakpuasan pada nasabah
1.      Tidak sesuai antara manfaat atau hasil yang diharapkan dengan kenyataan atau apa yang didapat oleh konsumen.
2.      Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan.
3.      Perilaku personil atau karyawan perusahaan atau bank yang kurang memuaskan atau mengecewakan pelanggan
4.      Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang.
5.      Biaya terlalu tinggi.
6.      Promosi iklan terlalu berlebihan, sehingga tidak sesuai dengan kenyataan.

Keluhan konsumen dapat di kategorikan menjadi empat yaitu:
1.      Mechanikal complaint (keluhan mekanikal)
Keluhan mekanikal adalah suatu keluhan yang disampaikan oleh konsumen sehubungan tidak dapat berfungsinya peralatan atau produk yang dibeli atau disampaikan kepada konsumen tersebut
2.      Attiudinal complaint (keluhan akibat sikap karyawan perusahaan)
Keluhan konsumen sebagai akibat sikap atau perilaku karyawan atau petugas pelayanan yang negativ pada saat melayani konsumen. Hal ini dapat dirasakan oleh konsumen melalui sikap tidak peduli dari petugas pelayanan terhadap konsumen.
3.      Service related complaint (keluhan berkaitan dengan pelayanan)
Keluhan yang muncul terkait dengan pelayanan itu sendiri.
4.      Unusual complaint (keluhan yang aneh)
Keluhan konsumen yang bagi petugas merupakan keanehan atau tidak wajar, karena tidak berhubungan dengan pelayanan atau produk bank. Konsumen yang mengeluh seperti ini sebenarnya secara psikologis adalah orang-orang yang hidupnya tidak bahagia atau kesepian.

Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam menghadapi keluhan konsumen antara lain:
1.      Konsumen biasanya marah atau emosi pada saat menyampaikan keluhan terutama apabila keluhannya sering tidak ditindak lanjuti. Oleh karenanya petugas pelayanan yang menerima keluhan terebut tidak boleh terpancing untuk marah namun harus mampu menenagkan konsumen tersebut tanpa harus ikut terbawa emosi.
2.      Petugas pelayanan dalam melayani keluhan tidak boleh memberikan janji-janji yang tidak mungkin untuk dipenuhi. Setiap keluhan harus ditndak lanjuti tanpa memberikan janji yang tidak mungkin terealisasi.
3.      Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan sedangkan petugas sudah berupaya secara maksimal maka petugas harus berani menyatakan tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut secara jujur kepada nasabah atau menyerahkan penyelesaian masalah tersebut kepada atasan.
4.      Ada konsumen atau nasabah yang selalu mengeluh, untuk menghadapinya petugas harus sabar mendengarkan atas segala keluhan yang disampaikan dan melakukan pendekatan personal secara khusus. Sebab sering kali keluhan nasabah ini terkait dengan masalah yang sepele, namun bukan berarti keluhan tersebut tidak harus diperhatikan.

B.       Cara Mengukur Kepuasan Nasabah.
1.      Sistem keluhan dan saran
Perusahaan meminta keluhan dan saran dari pelanggan dengan membuka kotak saran baik melalui surat, telepon bebas pulsa, customer hotline, kartu komentar, kotak saran maupun berbagai sarana keluhan lainnya.
2.      Survei kepuasan pelanggan
Perusahaan melakukan survei untuk mendeteksi komentar pelanggan diharapkan dari survei ini, didapatkan umpan balik yang positif dari konsumen. Survei ini dapat dilakukan melalui pos, telephon, atau wawancara pribadi atau pelanggan diminta mengisi angket.
3.      Pembeli bayangan (Gost shopping)
Perusahaan menempatkan orang tertentu baik orang lain maupun dari level manajemen sendiri sebagai pembeli ke perusahaan lain atau ke perusahaan sendiri. Pembeli bayangan ini akan memberikan laporan keunggulan dan kelemahan petugas pelayanan yang melayaninya. Juga dilaporkan segala sesuatu yang bermanfaat sebagai bahan pengambilan keputusan oleh manajemen. Hal ini sebagai upaya mencari solusi dari sudut pandang konsumen.
4.      Analisa pelanggan yang lari
Pelanggan yang hilang akan dihubungi, kemudian diminta alasan untuk mengungkapkan mengapa mereka berhenti, pindah ke perusahan lain, adakah sesuatu masalah yang terjadi yang tidak bisa diatasi atau terlambat diatasi.

C.      Strategi Kepuasan Nasabah
1.        Strategi pemasaran berkesinambungan. Maksudnya menjalin hubungan yang baik secara terus menerus dengan nasabah, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi hubungan jangka panjang. Nasabah bukan hanya puas tetapi juga loyal pada bank kita. Oleh karena itu bank harus tetap memelihara dan meningkatkan pelayanannya sesuai dengan yang dibutuhkan dan diinginkan nasabah. Bank harus mampu menjalin tali silaturahmi yang baik dengan nasabah, agar nasabah merasa bank sebagai rumah kedua mereka. Hal ini akan mampu meningkatkan loyalitas nasabah kepada bank atau menimbulkan word of mouth yang positif.
2.        Strategi pelayanan prima. Menawarkan pelayanan yang lebih baik dengan pesaing. Usaha ini biasanya membentuk biaya yang cukup besar, tetapi juga memberikan dampak yang besar kepada nasabah. Secara rinci strategi prima adalah sebagai berikut:
a. semua transaksi dilayani dengan cepat dan cermat.
b. Melayani kebutuhan nasabah diluar produk yang dijual oleh bank.
c. berlaku ramah, sopan dan selalu membantu nasabah.
d. selalu berusaha mengerti kenginan nasabah
e. selalu melayani nasabah dengan tepat waktu
3.      Strategi penanganan keluhan yang efisien dan efektif. Keluhan nasabah ini dapat berupa:
a. nasabah tidak memperoleh apa yang dijanjikan bank
b. mendapat pelayanan yang kasar
c. tidak diacuhkan oleh petugas bank
d. tidak didengar saran-sarannya
e. pelayanan lambat dan tidak akurat

Cara melayani keluhan yang disampaikan oleh konsumen adalah
1.      Empati terhadap nasabah yang marah. Dalam menghadapi nasabah yang marah, petugas bank harus bersikap empati, artinya mendengarkan keluhan tersebut dengan penuh pengertian. Jangan sampai nasabah kehilangan muka, hindarkan jawaban “saya tidak dapat membantu anda” atau “bukan tanggung jawab saya”.
Biarkan dulu nasabah melampiaskan keluhan, tunjukkan pengertian anda dan hadapi dengan bijaksana.
2.      Tangani keluhan dengan cepat dan akurat. Setelah mendengarkan keluhan, memahami masalah yang dihaadapi nasabah, segera hadapi dengan cepat, ramah dan meyakinkan. Jelaskan cara penyelesaiannya.

D.     Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty)
Perusahaan pada umumnya menginginkan pelanggan yang diciptakannya dapat dipertahankan selamanya. Dalam jangka panjang, loyalitas pelanggan menjadi tujuan bagi perencanaan pasar stratejik, selain itu juga dijadikan dasar bagi pengembangan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu jasa/produk yang dihasilkan oleh suatu badan usaha. Sedangkan Griffin (1995) berpendapat bahwa seseorang pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu.
Pelanggan (Customer) berbeda dengan konsumen (Consumer), seorang dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh badan usaha. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan tetapi sebagai seorang pembeli atau konsumen.

E.     Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan
Dalam pasar yang tingkat persaingannya cukup tinggi, perusahaan mulai bersaing untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya agar pelanggan mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap jasa layanan Iklan yang ditawarkan oleh perusahaan.

Keterangan: Dalam pasar yang tingkat persaingan cukup tinggi, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan saling berhubungan. Hal ini dapat disebabkan karena dalam kondisi ini banyak badan usaha yang menawarkan produk dan jasa sehingga konsumen mempunyai banyak pilihan produk pengganti dan cost switching sangat rendah, dengan demikian produk atau jasa menjadi tidak begitu berarti bagi konsumen. Hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan tersebut diatas digambarkan garis lurus dan searah, yang artinya adalah bila badan usaha meningkatkan kepuasan kepada pelanggan maka loyalitas pelanggan juga akan meningkat begitu pula sebaliknya bila badan usaha menurunkan kepuasan pelanggan maka secara otomatis loyalitas pelanggan juga akan menurun. Jadi dalam hal ini kepuasan pelanggan merupakan penyebab terjadinya loyalitas pelanggan sehingga kepuasan pelanggan sangat mempengaruhi loyalitas pelanggan.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kepuasan pelenggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan dari pelenggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut. Bila kepuasan pelanggan semakin tinggi, maka dapat menimbulkan keuntungan bagi badan usaha tersebut. Pelanggan yang puas akan terus melakukan pembelian pada badan usaha tersebut. Demikian pula sebaliknya jika tanpa ada kepuasan, dapat mengakibatkan pelanggan pindah pada produk lain.
Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang tersebut. Seorang pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan.



DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, Mohammad Nur Rianto, 2010, “Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah”, Bandung: Alfabeta


Fiqh Muamalah : Makalah tentang Istishna

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Transaksi Bai’ al-istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atsa harga serta sistem pembayaran di lakukan di muka, melalui cicilan atau di tangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Menurut Ulama fuqaha, bai’ al-istishna’ merupakan suatu jenis khusus dari bai’ as-salam. Biasanya jenis ini di pergunakan di bidang manufaktur dan konstruksi. Dengan demikian ketentuan bai’ al-istishna, mengikuti ketentuan dan aturan bai’ as-salam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Istishna?
2.      Apa landasan hukum Istishna?
3.      Bagaimana rukun dan syarakt Istishna?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Istishna
2.      Untuk mengetahui landasan hukum Istishna
3.      Untuk mengetahui rukun dan syarakt Istishna




BAB II

PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN ISTHISNA
Berasal dari kata ﺻﻧﻊ (shana’a) yang artinya membuat kemudian ditambah huruf alif, sin dan ta’ menjadi ﺍ ﺴﺗﺻﻧﻊ (istashna’a) yang berarti meminta dibuatkan sesuatu.
Istishna’ atau pemesanan secara bahasa artinya: meminta di buatkan. Menurut terminologi ilmu fiqih artinya: perjanjian terhadap barang jualan yang berada dalam kepemilikan penjual dengan syarat di buatkan oleh penjual, atau meminta di buatkan secara khusus sementara bahan bakunya dari pihak penjual.
Secara istilah ialah akad  jual beli antara pemesan dengan penerima pesanan atas sebuah barang dengan spesifikasi tertentu.

Menurut pandangan ulama :
  Mazhab Hanafi
عقد على مبيع في الذمة شرط فيه العمل
Sebuah akad untuk sesuatu yang tertanggung dengan syarat mengerjakaannya. Sehingga bila seseorang berkata kepada orang lain yang punya keahlian dalam membuat sesuatu,"Buatkan untuk aku sesuatu dengan harga sekian dirham", dan orang itu menerimanya, maka akad istishna' telah terjadi dalam pandangan mazhab ini.

  Mazhab Hambali
بيع سلعة ليست عنده على وجه غير السلم
Maknanya adalah jual-beli barang yang tidak (belum) dimilikinya yang tidak termasuk akad salam. Dalam hal ini akad istishna' mereka samakan dengan jual-beli dengan pembuatan (بيع بالصنعة).

  Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah
الشيء المسلم للغير من الصناعات
Suatu barang yang diserahkan kepada orang lain dengan cara membuatnya.
Bai’ al-istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual/Shani’. Shani akan menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dimana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.  [1]
Akad istishna' juga identik dengan akad ijarah, ketika bahan baku untuk produksi berasal dari pemesan, sehingga produsen (shani') hanya memberikan jasa pembuatan, dan ini identik dengan akad ijarah. Berbeda ketika jasa pembuatan dan bahan bakunya dari produsen (shani'), maka ini dinamakan dengan akad istishna'
Menurut jumhur fuqaha, jual beli istisna’ itu sama dengan salam, yakni jual beli sesuatu yang belum ada pada saat akad berlangsung (bay’ al-ma’dum). Menurut fuqaha Hanafiah, ada dua perbedaan penting antara salam dengan istisna’, yaitu:
1.      Cara pembayaran dalam salam harus di lakukan pada saat akad berlangsung, sedangkan dalam istisna’ dapat di lakukan pada saat akad berlangsung, bisa di angsur atau bisa di kemudian hari.
2.      Salam mengikat para pihak yang mengadakan akad sejak semula, sedangkan istisna’ menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan begitu saja oleh konsumen yang tidak bertanggungjawab.

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Insitut Bankir Indonesia mendefinisikan istisna’ sebagai akad antara pemesan dengan pembuat barang untuk suatu pekerjaan tertentu dalam tanggungan atau jual beli suatu barang yang baru akan di buat oleh pembuat barang. Dalam istisna’, bahan baku dan pekerjaan penggarapannya menjadi kewajiban pembuat barang. Jika bahan baku di sediakan oleh pemesan, maka akad tersebut berubah menjadi ijarah.


[1] Muhammad syafi’i antonio, Bank Syariah dari teori ke Praktik., ( jakarta: Gema Insani 2001 ) hlm 159
SUBJEK
SALAM
ISTISHNA
ATURAN DAN KETERANGAN
Pokok Kontrak
Muslam Fiihi
Mashnu’
Barang di tangguhkan dengan spesifikasi.
Harga
Di bayar saat kontrak
Bisa saat kontrak, bisa di angsur, bisa dikemudian hari
Cara penyelesaian pembayaran merupakan perbedaan utama antara salam dan istishna’.
Sifat Kontrak
Mengikat secara asli (thabi’i)
Mengikat secara ikutan (taba’i)
Salam mengikat semua pihak sejak semula, sedangkan istishna’ menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan begitu saja oleh konsumen secara tidak bertanggung jawab.
Kontrak Pararel
Salam Pararel
Istishna’ Pararel
Baik salam pararel maupun istishna’ pararel sah asalkan kedua kontrak secara hukum adalah terpisah.

B.     LANDASAN SYARI’AH
Mengingat bai’ al-istishna’ merupakan lanjutan dari bai’ as-salam maka secara umum landasan syariah yang berlaku pada bai’ as-salam juga berlaku pada bai’ al-istishna’.
Bai‟ salam merupakan akad jual beli yang diperbolehkan, hal ini berlandasakan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al Qur'an, Al Hadits ataupun ijma ulama. Diantara dalil (landasan syariah) yang memperbolehkan praktik akad jual beli salam adalah sebagai berikut:
1.        يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ
“Hai orang yang beriman, jika kamu bermuamalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis...” QS. Al Baqarah (2): 282
Merujuk pada keabsahan praktik jual beli salam. Ayat ini merupakan ayat terpanjang dalam Al Qur'an. Ayat ini memberikan petunjuk bahwa ketika kaum muslimin melakukan transaksi muamalah secara tempo, maka hendaknya dilakukan pencatatan untuk menghindari terjadinya perselisihan di kemudian hari, serta guna menjaga akad/ transaksi yang telah dilakukan.
Mujahid dan Ibnu Abbas berkata, ayat ini diturunkan oleh Allah untuk memberikan legalisasi akad salam yang dilakukan secara tempo, Allah telah memberikan izin dan menghalalkannya, kemudian Ibnu Abbas membacakan ayat tersebut (Ibnu Katsir, jilid I, hal. 500). Berdasarkan pernyataan Ibnu Abbas ini, jelas sekali bahwa jual beli salam telah mendapatkan pengakuan dan legalitas syara', sehingga operasionalnya sah untuk dilakukan.
2.       “Barang siapa melakukan salam, hendaklah ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui”
Hadits riwayat Imam Bukhari dari Ibnu Abbas merupakan dalil yang secara sharih menjelaskan tentang keabsahan jual beli salam.
Menurut riwayat Ibnu Abbas, suatu ketika Rasulullah datang ke Madinah, sedangkan penduduk Madinah telah melakukan jual beli salam atas kurma untuk jangka waktu satu tahun, dua tahun, dan bahkan tiga tahun. Melihat praktik ini, kemudian Rasulullah bersabda seperti yang terdapat dalam matan hadits ini (Zuhaili, 2002, hal. 296).
Berdasarkan atas ketentuan dalam hadits ini, dalam praktik jual beli salam harus ditentukan spesifikasi barang secara jelas, baik dari sisi kualitas, kuantitas, ataupun waktu penyerahannya (delivery), sehingga nantinya tidak terdapat perselisihan.
3.       Kesepakatan ulama (ijma') akan bolehnya jual beli salam dikutip dari pernyataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa, semua ahli ilmu (ulama) telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan urusan manusia. Pemilik lahan pertanian, perkebunan ataupun perniagaan (manufaktur) terkadang membutuhkan modal untuk mengelola usaha mereka hingga siap dipasarkan, maka jual beli salam diperbolehkan untuk mengakomodir kebutuhan mereka (Zuhaili, 1989, hal. 598). Ketentuan ijma' ini secara jelas memberikan legalisasi praktik pembiayaan/ jual beli salam.

Dasar Hukum Istishna’
Dasar Hukum transaksibai’ as-salam terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
a. Al-Qur’an
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang tidak di tentukan, hendaklah kamu menuliskannya….”(al-Baqarah:282)
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut tentang transaksi bai’ as-salam. Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang di jamin untuk jangka waktu tertentu telah di halalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan di izinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut diatas.
b. Al-hadits
 “Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang di ketahui”
Dari Suhaib r.a bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk di jual.”(HR Ibnu Majah)
Mengingat Bai’ Al-Istishna merupakan lanjutan dari Bai’ as-salam maka secara umum dasar hukum yang berlaku pada Bai’ as-salam juga berlaku pada Bai’ al-Istishna’.Sungguhpun demikian para ulama membahas lebih lanjut “keabsahan” Bai’ al-Istishna’ dengan penjelasan berikut.
Menurut Mazhab Hanafi, bai’ al-istishna’termasuk akad yang di larang karena bertentangan dengan semangat bai’secara qiyas. Mereka mendasarkan kepada argumentasi bahwa pokok kontrak penjual harus ada dan dimiliki oleh penjual, Sedangkan dalam Istishna’, pokok kontrak itu belum ada atau tidak di miliki penjual. Meskipun demikian, Mazhab Hanafi Menyetujui kontrak Istishna’ atas dasar Istihsan karena alasan-alasan berikut ini.
1. Masyarakat telah mempraktekkan bai’ al-Istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan bai’ al-istishna sebagai kasus ijma’ atau konsensus umum.
2. Di dalam Syariah di mungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan ijma’ ulama,
3. Keberadaan bai’ al-istishna’ di dasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga mereka cenderung untuk melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang untuk mereka.
4. Bai’ al-istishna’ sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah.
Sebagian Fuqaha kontemporer berpendapat bahwa bai’ al-istishna’ adalah sah atas dasar qiyas dan aturan umum syariah karena itu memang jual beli biasa dan si penjual akan mampu mengadakan barang tersebut pada saat penyerahan. Demikian juga terjadinya kemungkinan perselisihan atas jenis dan kualitas suatu barang dapat di minimalkan dengan pencantuman spesifikasi dan ukuran-ukuran serta bahan material pembuatan barang tersebut.

C.     RUKUN DAN SYARAT ISTISHNA
Dalam jual beli istishna, terdapat rukun yang harus dipenuhi yakni, pemesan (mustashni’), penjual/pembuat (shani’). Barang/objek (mashnu’), dan sighat (ijab qabul).

Syarat yang diajukan ulama untuk diperbolehkan transaksi jual beli istishna’adalah:
1.      Adanya kejelasan jenis, macam, ukuran dan sifat barang, karena ia merupakan objek transaksi yang harus diketahui spesifikasinya.
2.      Merupakan barang yang biasa ditransaksikan/berlaku dakam hubungan antar manusia.
3.      Tidak boleh adanya penentuan jangka waktu, jika jangka waktu penyerahan barang ditetapkan, maka kontak ini akan berubah menjadi akad salam. [2]

Aplikasi Istishna’ di Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya untuk mengadakan berbagai transaksi ekonomi, salah satunya adalah jual beli yang melibatkan dua pelaku, yaitu penjual dan pembeli. Biasanya penjual adalah produsen , sedangkan pembeli adalah konsumen konsumen. Pada kenyataannya, konsumen kadang memerlukan barang yang belum di hasilkan sehingga konsumen melakukan transaksi jual beli dengan produsen dengan cara pesanan. Di dalam perbankan syariah, jual beli Istishna’ lazim di tetapkan pada bidang konstruksi dan manufaktur.












[2] Dimyudin Djuwini, Pengantar Fiqh Muamalah ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) Hlm 138-139.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bai’ Istishna’ atau pemesanan secara bahasa artinya meminta di buatkan. Menurut terminologi artinya perjanjian terhadap barang jualan yang berada dalam kepemilikan penjual dengan syarat di buatkan oleh penjual, atau meminta di buatkan secara khusus sementara bahan bakunya dari pihak penjual.



Daftar Pustaka
Djuwaini, Dimyauddin. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.