Thursday, 29 May 2014

Risk-based Bank Rating (RBBR)


Elida Kusumastuti / 20130730030/ EPI A

Menurut Bank Of Settlement, bank dapat dikatakan sehat apabila bank tersebut dapat melaksanakan control terhadap aspek modal, aktiva, rentabilitas, manajemen dan aspek likuiditasnya.
Pengertian Kesehatan bank menurut Bank Indonesia sesuai dengan Undang– undang RI No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan Pasal 29 adalah Bank dikatakan sehat apabila bank tersebut memenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan aspek Permodalan, Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas, Likuiditas, Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

Periode Perubahan : CAMEL menuju CAMELS menuju RGEC


CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter.
Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
          Kemudian dikeluarkan PBI No. 13/1/PBI/2011 dan SE BI No. 13/24/DPNP yang berlaku per Januari 2012 menggantikan cara lama penilaian kesehatan bank dengan metode CAMELS dengan metode RGEC. Metode CAMELS tersebut sudah diberlakukan selama hampir delapan tahun sejak terbitnya PBI No. 6/10/PBI/2004 dan SE No.6/23/DPNP.  Dengan terbitnya PBI dan SE terbaru ini, metode CAMELS dinyatakan tidak berlaku lagi, diganti dengan model baru yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penilaian sendiri (self-assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan risiko RBBR (Risk-based Bank Rating) baik secra individual maupun secara konsolidasi.

Metode CAMEL
 Indikator pada CAMEL tersebut sangat sederhana, yaitu:
1. Penilaian “Capital” hanya menggunakan satu ukuran saja, yaitu CAR (Capital Adequacy Ratio) yaitu “Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko”;
2. Penilaian “Asset Quality” berdasarkan kualitas aktiva produktif bank dengan menggunakan dua indikator yaitu “Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif” dan “Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan”;
3.  Penilaian “Management” menggunakan 250 pertanyaan, yang mencakup manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas;
4.  Penilaian “Earning” menggunakan dua ukuran yaitu ROA (rasio laba terhadap total aset) dan BOPO (rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional); dan
5.Penilaian “Liquidity” menggunakan LDR  yaitu “rasio kredit terhadap dana yang diterima” dan “Rasio kewajiban call money bersih terhadap aktiva lancar”
Selain perhitungan kuantitatif di atas, metode CAMEL memperhitungkan faktor lain, yaitu pelaksanaan pemberian kredit usaha kecil (KUK); pelaksanaan pemberian kredit ekspor; pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); dan Pelanggaran terhadap Posisi Devisa Netto (PDN). Selain itu, tingkat kesehatan bank akan diturunkan menjadi “tidak sehat” apabila ada perselisihan internal, campur tangan pihak luar dalam manajemen, “window dressing” atau rekayasa keuangan, praktek “bank dalam bank”, dan kesulitan keuangan yang mengakibatkan penghentian sementara atau pengunduran diri dari keikutsertaannya dalam kliring.

Metode  CAMELS
Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 serta Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 dalam CAMELS lebih mengarah pada ukuran-ukuran kinerja perusahaan secara internal, mulai dari Asset Quality, Management, Earning Power, dan Liquidity, serta Sensitivity to Market Risk.
Sistem penilaian dengan 5 faktor tersebut sering disebut dengan CAMELS Rating System.
Penilaian CAMEL secara umum adalah sebagai berikut:

Metode RGEC



Sesuai dengan Peratuan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating). Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan terhadap Bank secara individual maupun konsolidasi.
Tahap-tahap penilaian bank pada RGEC boleh disebut model penilaian kesehatan bank yang sarat dengan manajemen resiko. Menurut BI dalam PBI tersebut, Manajemen Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank: Berorientasi Risiko, Proporsionalitas, Materialitas dan Signifikansi, serta Komprehensif dan Terstruktur.
Cara perhitungan pada RGEC – dibandingkan metode CAMELS – relatif berbeda signifikan pada komponen “R“, yaitu Risk Profile.
Kini, penilaian Risk Profile relatif lebih “ribet” karena mengunakan matriks dengan dua dimensi. Dulu – maksudnya dengan CAMELS – kita bisa langsung mengetahui nilai peringkat (skornya antara 1 sampai 5) jika sudah mengetahui nilai indikatornya. Namun kini, ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan sebelum memperoleh nilai akhir untuk indikator tersebut. Misalnya “ratio debitur inti terhadap total kredit” sebuah bank adalah ….%. Tahap pertamanya sama dengan metoda CAMELS yaitu menentukan peringkat jika diketahui nilai indikatornya.
Namun dengan metode baru (RGEC), nilai rasio tersebut belum menentukan nilai akhirnya. Kita harus melihat bagaimana implementasi manajemen risiko bank terkait dengan konsentrasi nilai kredit pada para debitur kelas kakap. Andaikan bank tersebut sudah memagari risiko tersebut dengan segala kebijakan, prosedur, SOP, atau teknik pengendalian risikonya, maka bisa jadi nilai untuk indikator tersebut malah membaik, atau tidak dinilai “peringkat 3“ seperti cara CAMELS.
Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank.  Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi.
Jadi untuk “Risk Profile“, kita menggunakan dua dimensi, 
yaitu nilai faktor dan peringkat risiko sebelum menentukan peringkat akhirnya. Atau dengan kata lain, nilai sebuah indikator merupakan fungsi dari nilai indikatornya dan kualitas manajemen risiko yang terkait dengan indikator tersebut. Inilah esensi dari penilaian kesehatan bank yang baru, yaitu kualitas manajemen risiko. Aspek “Risk Profile“ tersebut mencakup 8 (delapan) jenis Risiko yaitu:
  1. Risiko Kredit, menggunakan 12 indikator penilaian
  2. Risiko Pasar, menggunakan 17 indikator penilaian
  3. Risiko Operasional, menggunakan 15 indikator penilaian
  4. Risiko Likuiditas, menggunakan 11 indikator penilaian
  5. Risiko Hukum, menggunakan 13 indikator penilaian
  6. Risiko Stratejik, menggunakan 10 indikator penilaian
  7. Risiko Kepatuhan, menggunakan 5 indikator penilaian, dan
  8. Risiko Reputasi, menggunakan 10 indikator penilaian.
Penilaian untuk faktor lainnya, yaitu faktor “G, E, dan C” secara umum sama seperti penilaian dengan CAMELS sebelumnya. Hingga pada akhirnya sampai pada penilaian peringkat komposit tingkat kesehatan bank.


Tuesday, 27 May 2014

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)



Elida Kusumastuti (EPI A/20130730030)
Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Tujuan dibentuknya OJK yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis, menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di sektor perbankan dan keuangan lainnya.
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan tersebut. Pada dasarnya OJK mempunyai fungsi dan tujuan dalam pembentukannya, seperti yang sudah dijelaskan dalam pengertian OJK sendiri.
Fungsi Otoritas Jasa Keuangan:
  • Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan.
  • Menjaga stabilitas sistem keuangan.
  • Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang.
  • Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga  baru.

Tujuan Dalam Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan:
  • Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dgn mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
  • Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
  • Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi.

Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan untuk membentuk Otoritas Jasa Keuangan yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan dibidani berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draft pembentukan Otoritas Jasa Keuangan belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 2004 yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kemudian pada tanggal 27 Oktober 2011,  RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan oleh DPR, dan selanjutnya Pemerintah mensahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam Lembaran Negara Republik pada tanggal 22 November 2011. Berikut merupakan ringkasan dari isi Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011.
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
  1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
  2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
  3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan OJK mempunyai wewenang:
1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
  • Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
  • Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
  • Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
  • Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
  • Sistem informasi debitur;
  • Pengujian kredit (credit testing); dan
  • Standar akuntansi bank;

3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
  • Manajemen risiko;
  • Tata kelola bank;
  • Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
  • Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan Pemeriksaan bank.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
  • Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
  • Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  • Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  • Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  • Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
  • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  • Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  • Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Untuk melaksanakan tugas pengawasan OJK mempunyai wewenang:
  • Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  • Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  • Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  • Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  • Melakukan penunjukan pengelola statuter;
  • Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  • Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
  • Memberikan dan/atau mencabut:

1. Izin usaha;
2. Izin orang perseorangan;
3. Efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. Surat tanda terdaftar;
5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6. Pengesahan;
7. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan  penetapan lain,


PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN MASYARAKAT
Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang meliputi:
  • Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;
  • Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan
  • Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

HUBUNGAN KELEMBAGAAN
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain:
  • Kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
  • Sistem informasi perbankan yang terpadu;
  • Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;
  • Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;
  • Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank; dan
  • data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.

Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dengan anggota terdiri atas:
  • Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator;
  • Gubernur Bank Indonesia selaku anggota;
  • Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan
  • Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.


Wednesday, 7 May 2014

LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH BUKOPIN TAHUN 2013


Kelompok:  Elida Kusumastuti (20130730030)
Nurul Ma'rifah (20130730047)


Ikhtisar Keuangan 2013
Financial Highlight
Dalam rupiah
Keterangan
2009
2010
2011
2012
2013
Total Aset
1.974.948 
2.193.952 
2.730.027 
3.616.108 
4.343.069 
Pembiayaan
1.279.784 
1.608.206 
1.914.492 
2.622.023 
3.281.655 
Dana Pihak Ketiga
1.271.855 
1.621.913 
2.291.738 
2.850.784 
3.272.263
Ekuitas
133.331 
143.565 
255.774 
273.072 
292.620
Jumlah Pendapatan Operasional
131.418 
223.155 
245.306 
311.220 
401.503
Jumlah Beban Operasional
128.179 
208.802 
230.239 
285.058 
370.556
Laba Rugi Tahun Berjalan Setelah Pajak 
831
10.234 
12.209 
17.298 
19.548
Rasio-rasio (%) /Ratio (%)





Rasio Kecukupan Modal /Capital Adequacy Ratio (CAR)
13,06 
11,51 
15,29 
12,78 
11,10 
Laba Bersih terhadap Rata-rata /Aset Return on Asset (ROA)
0,06 
0,74 
0,52 
0,55 
0,69 
Laba Bersih terhadap Rata-rata /Modal Return on Equity (ROE)
0,87 
9,65 
6,19 
7,32 
7,63 
Total Pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga/ Financing to Deposit Ratio (FDR)
100,62 
99,15 
83,54 
91,98 
100,29 
Pembiayaan Bermasalah terhadap Total Pembiayaan /Non Performing Financing (NPF)
3,25 
3,81 
1,74 
4,59 
4,27 
Beban Operasional terhadap  Pendapatan Operasional / Operating Expenses to Operating Income
97,54 
93,57 
93,86 
91,59 
92,29  


PT. BANK SYARIAH BUKOPIN
NERACA
31 Desember 2013
(Dalam Rupiah)
A s e t

Kas    
40.951.940.925 
Penempatan pada Bank Indonesia  
334.388.823.480 
Penempatan pada bank lain - setelah dikurangi penyisihan penghapusan giro pada bank lain
sebesar Rp. 3.714.507.362,- dan Rp. 2.736.680.261,-pada tanggal 31 Desember 2013 dan 2012

Pihak-pihak Berelasi 
334.675.773.425 
    Pihak ketiga 
33.060.455.429 
Investasi pada surat berharga 
123.990.325.464 
Pembiayaan murabahah - setelah dikurangi penyisihan penghapusan pada tanggal
31 Desember 2013 dan  31 Desember 2012
masing-masing sebesar Rp. 62.914.512.632,- dan Rp. 43.003.454.116,-                    
3.218.231.049.374  
Pinjaman Qardh, Setelah dikurangi penyisihan penghapusan pada tanggal 31 Desember 2013 dan  31 Desember 2012 masing-masing sebesar Rp. 5.096.771,- dan Rp. 2.744.060,-  
504.580.288 
Pendapatan yang masih akan diterima
35.569.903.064 
Pajak dibayar dimuka dan uang Muka
4.517.231.863 
Beban dibayar dimuka
43.095.878.700 
Aset pajak tangguhan
23.308.757.436 
Aset tetap - setelah dikurangi akumulasi penyusutan pada tanggal 31 Desember 2013 dan 2012 masing-masing sebesar Rp.34.055.610.919,-  dan Rp.27.830.925.975,-                           
85.175.904.438 
Aset lain-lain 
12 65.598.432.943 
 Jumlah aset 
4.343.069.056.830 

PT. BANK SYARIAH BUKOPIN
LAPORAN LABA RUGI
Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2013
(Dalam Rupiah)
Pendapatan (beban)  operasional

Pendapatan operasi utama

Pendapatan syariah

   Pendapatan dari jual beli 
230.202.968.039 
   Pendapatan bagi hasil 
114.766.488.702 
   Pendapatan lainnya 
21.282.848.349 
Jumlah pendapatan operasi utama 
366.252.305.090 
Beban operasi utama

Beban syariah 

Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat 
210.179.009.781 
Beban bagi hasil sertifikat investasi mudharabah antar bank syariah 
9.582.911.312 
Beban bonus dan bagi hasil antar bank 
5.762.869.415 
Beban konvensional

   Bunga 
3.415.037.694 
Jumlah beban operasi utama 
228.939.828.203 
Jumlah pendapatan (beban) - bersih 
137.312.476.887 
Pendapatan (beban) komprehensif lainnya

Pendapatan operasional lainnya

Pendapatan lain-lain  
35.250.687.064 
Beban operasional lainnya

Umum dan operasional lainnya 
54.889.320.835 
Tenaga kerja 
59.737.035.667 
Penyisihan penghapusan aset produktif 
26.989.638.511 
Jumlah beban operasional lainnya 
141.615.995.012 
Pendapatan (beban) komprehensif lainnya 
(106.365.307.948)
Laba operasional 
30.947.168.939 
Pendapatan (beban) non operasional 

Pendapatan (beban) non operasional - bersih 
(3.702.257.810)
Laba (rugi) komprehensif sebelum pajak penghasilan 
27.244.911.129 
   Pajak penghasilan

Pajak kini  
(7.333.149.097)
   Pajak tangguhan 
(364.111.928)
   Jumlah pajak penghasilan 
(7.697.261.025)
Laba bersih komprehensif setelah pajak penghasilan
19.547.650.105